Home
/
Food

Adakah Risiko di Balik Pekerjaan sebagai Tukang Icip-icip Makanan?

Adakah Risiko di Balik Pekerjaan sebagai Tukang Icip-icip Makanan?

Azalia Amadea08 November 2018
Bagikan :

Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang diperlukan setiap harinya. Makanan juga yang membuat manusia tetap merasa hidup. Di balik segudang kegiatan yang dikerjakan, tubuh tentunya membutuhkan asupan makanan yang mampu mengimbangi energi yang dikeluarkannya. Tentu ini menjadi proses yang normal dan biasa dalam kehidupan kita, di mana kita lapar ketika itulah kita akan makan. 

Namun, bagaimana dengan mereka yang justru bekerja di dunia makanan? Misalnya saja, seorang chef yang setiap harinya menyuguhkan makanan nikmat untuk para tamunya. Bukan hanya memasak, chef juga dituntut untuk selalu mengontrol cita rasa setiap sajian yang dibuatnya alias mencicipinya. Meski nampaknya hanya sekadar mencicipi, namun bayangkan saja jika dalam sehari chef itu harus mencicipi puluhan hingga ratusan porsi makanan, maka perut akan kenyang pula bukan? 

Atau, baru-baru ini sedang maraknya profesi baru di dunia kuliner yang digandrungi anak muda yakni menjadi seorang reviewer makanan sekaligus food blogger. Di balik tulisan review mereka yang membuat orang menelan ludah, mereka juga dituntut untuk harus mencicipi setiap menu yang akan direview. Dalam sekali proses testing, food blogger ini bisa menyantap 5 hingga 10 menu mulai dari menu pembuka hingga menu penutup, lengkap. Lagi-lagi, meski tidak dihabiskan, namun perut juga akan merasa kenyang karena diharuskan untuk mencicipi semua menunya demi tuntutan tulisan review makanan. 

Preview

Lalu, apakah pekerjaan seperti ini akan mengganggu kesehatan? Menurut ahli gizi, dr Sylvia Irawati M.Gizi, sebenarnya pekerjaan di dunia kuliner ini sah-sah saja dilakukan asal ketika sedang bertugas cukup mencicipi saja. 

"Kalau cuma icip sesendok sebenarnya enggak apa-apa ya. Prinsipnya tetap balanced diet. Ketika bekerja kalau menunya banyak ya icip sedikit-sedikit. Enggak dimakan seporsi full," terang dr Sylvia, yang dihubungi kumparanFOOD pada Rabu (7/11). 

Yang terpenting, lanjut dr Sylvia, setiap orang yang melakukan pekerjaan di dunia kuliner harus sadar diri. Artinya, setiap mereka yang bekerja menjadi tukang icip-icip ini harus paham keadaan dirinya sendiri. dr Sylvia juga menyarankan, agar tetap sehat, ketika sedang bertugas mereka bisa menyeimbanginya dengan berolahraga di sela waktu, seperti running, yoga dan lainnya di pagi hari. "Selain itu, tetap makan buah dan sayur," tambahnya. 

Preview

Sedangkan, menurut pakar kuliner yang namanya sudah tidak asing lagi wara-wiri di dunia icip-icip seperti William Wongso, pekerjaannya ini memang menyenangkan. Namun, bukan berarti tidak berrisiko. Bahkan saat dijumpai kumparanFOOD beberapa waktu lalu di Pendopo Kemang, Jakarta Selatan, ia membeberkan bagaimana dirinya mengatur pola makan agar tetap bisa menjalankan hobinya yakni makan dan travelling

"Kapasitas makan saya kan sedikit, kemana pun restorannya saya lebih suka sharing dan icip-icip. Saya enggak ngabisin makanan. Saya polanya lebih sering makan tapi sedikit-sedikit lalu banyakin makanan berserat seperti sayuran. Saya juga sering ditanya kalau sedang tugas bagaimana? Ya saya cuma icip-icip saja. Misalnya, pada kondisi di mana saya sudah makan dan kenyang tapi harus bertugas, saya hanya icip-icip, jadi saya enggak makan beneran cuma coba terus buang di tisue, hal-hal kaya gitu harus disiplin," ungkap pria berusia 71 tahun itu. 

Pria yang dikenal sebagai 'Duta Rendang Internasional' ini juga memberikan tipsnya kepada generasi millenial yang gemar makan dan ingin berprofesi menjadi tukang icip-icip seperti dirinya. Sama halnya dengan Sylvia, pria kelahiran Malang tersebut juga mengingatkan agar para pekerja di dunia kuliner tersebut agar lebih tahu diri dan mampu membuat batasan. 

"Saya cuma pesan terhadap generasi millenial yang kini bisa dan mampu membeli makanan apapun mahalnya, jaga jangan sampai kebablasan. Kapasitas pencernaan setiap orang itu terbatas, jadi kita enggak bisa mentang-mentang masih muda jadi makan apa saja semau-maunya. Sekarang kan banyak anak muda yang kena penyakit orang tua karena rakus," pesannya. 

William Wongso juga memberikan contoh, misalnya seorang chef yang kerjanya selalu di dapur, bisa saja memakan apapun yang disukai karena sudah tersedia lengkap. Ia juga mengakui, jika dirinya sering menemukan anak muda yang terkena diabetes akibat makan sembarangan. 

"Saya temuin banyak koki-koki yang kalau makan tinggal nyendok, mau minum tinggal buka kulkas, kerjanya di dapur terus dan jarang check up. Koki itu harus sering check up, makan nasi mereka juga harus kurangi karena kurang gerak yang bisa menyebabkan gula meningkat," pungkasnya. 

populerRelated Article