Aturan Kecepatan Internet Minimal 100 Mbps, Kapan Mulai Berlaku?
Foto: Dirjen PPI Kominfo, Wayan Toni Supriyanto
Uzone.id – Wacana Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengenai larangan menjual internet fixed broadband di bawah 100 Mbps terus mendapat perhatian.
Untuk menerapkan kebijakan ini, Kemkominfo mengatakan masih terus meminta masukan dari pihak yang terlibat, termasuk dari operator seluler dan asosiasi penyelenggara internet.“Saat ini kami dalam posisi masih mencari masukan ke penyelenggara komunikasi, baik untuk penyelenggara fix broadband dan juga kepada penyelenggara mobile broadband,” ujar Dirjen PPI Kominfo, Wayan Toni Supriyanto dalam acara Press Conference APJII, Rabu, (31/01).
Wayan juga sedang meminta masukan mengenai kebijakan yang nantinya akan diberlakukan, termasuk apakah nantinya aturan ini dilakukan secara bertahap atau serentak dalam periode beberapa tahun.
Karena banyak yang perlu dikaji, maka penerapan terkait larangan internet fixed broadband dengan kecepatan dibawah 100 Mbps dipastikan tidak akan dilakukan dalam waktu dekat.
“Ya sampai hari ini saya nyatakan (penerapannya) tidak dalam waktu dekat, tapi sedang dalam pengkajian,” jelas Wayan.
Sementara itu, mengenai harga internet yang kemungkinan akan ikut naik, Wayan menyebut kalau pihaknya belum bisa menjawab karena masih menunggu masukan dari para operator seluler.
Namun kemungkinannya, harga internet justru akan turun karena pelanggan yang lebih banyak.
“Kami belum bisa jawab, karena bisa saja nanti menurut masukan operator dengan kecepatan ini, justru jika pelanggan lebih banyak, ini akan menurunkan tarif. Ini belum bisa kami jawab,” kata Wayan.
Sementara itu, harga internet dengan kecepatan 100 Mbps kemungkinan akan membuat perbedaan harga antara satu wilayah dengan wilayah lainnya.
Dari pihak APJII (Asosiasi Penyelenggara Jaringan Internet Indonesia), Muhammad Arif selaku ketua umum menyebut kalau harga internet tersebut tidak akan sama dan cenderung akan berbeda-beda nantinya.
Arif mengambil pengumpamaan dari harga backbone yang juga tidak satu harga (seragam) di wilayah satu dan lainnya.
Arif menjelaskan kalau di wilayah Pulau Jawa, harga 1 backbone fiber optik berkisar seharga Rp10 juta, sedangkan di wilayah lain seperti Makassar, harga 1 backbone fiber optik berada di kisaran Rp40 juta hingga Rp50 juta, yang mana harga ini lebih mahal 4-5 kali lipat.
Hal ini kemungkinan juga akan terjadi pada harga internet di Indonesia apabila kebijakan tersebut dilakukan.
“Jadi ngga mungkin ketika memang 100 Mbps misalnya, lalu kita buat kebijakan (harganya) disamain 100 Mbps di Jawa sekitar Rp300.000, maka di Papua atau Sulawesi, harga Rp300 ribu untuk 100 Mbps ini tidak memungkinkan,” jelas Arif.