Home
/
Technology

Cara Divisi Transportasi Gojek Mengambil Keputusan untuk Setiap Perubahan

Cara Divisi Transportasi Gojek Mengambil Keputusan untuk Setiap Perubahan

Gilang Kharisma23 November 2019
Bagikan :

Bergabung sejak Juni 2015, Radityo Wibowo merupakan salah seorang yang ikut membantu Gojek tumbuh hingga sebesar sekarang. Saat ini ia menjabat sebagai Head of Transport yang bertanggung jawab mengatur seluruh layanan Gojek terkait transportasi. Mulai dari GoRide, GoCar, GoFood, hingga GoBox.

“Waktu itu Gojek masih berkantor di sebuah gedung dua lantai. Pemesanan masih pakai call center,” kenang sosok yang akrab dipanggil Dito ini. 

Empat tahun berselang, Gojek kini hadir di 207 kota di lima negara Asia Tenggara. Jumlah mitra driver Gojek pun terus tumbuh hingga menjadi 2 juta orang

Menjadi salah satu pemimpin di perusahaan yang memiliki cakupan luas tentu jadi tantangan yang menarik. Kepada Tech in Asia, Dito menceritakan beberapa prinsip yang ia percaya dalam mengambil keputusan, hingga visi yang ingin dicapai Gojek dalam mendukung transportasi umum di Indonesia.

Data-informed, bukan data-driven

Aplikasi Gojek telah diunduh oleh 155 juta pengguna, lebih dari 2 juta mitra driver, dan 400.000 mitra merchant. Itu artinya, perubahan sekecil apapun yang dilakukan Gojek akan berdampak pada begitu banyak orang. Itulah sebabnya, berbagai keputusan yang diambil harus benar-benar sudah dipertimbangkan dengan matang.

“Kita tidak bisa hanya duduk di belakang meja, melihat angka-angka, lalu mengambil keputusan. Sering kali kita harus melihat lebih jauh, seperti apa kenyataan di lapangan,” jelas Dito.

head of transport | gojek
Preview

Dito menegaskan, jargon data-driven yang kerap diusung perusahaan teknologi tidak seharusnya menjadikan suatu perusahaan mengikuti angka dan data secara gelap mata. Ia mengakui bahwa angka dan data adalah elemen pertimbangan yang sangat krusial. Namun tetap perlu ada verifikasi lebih lanjut untuk memastikan data tersebut sesuai dengan kenyataan di lapangan.

Itu sebabnya Dito kerap terjun langsung ke lapangan. Mulai dari menemui komunitas driver, berdiskusi dengan merchant, hingga mencoba menjalani peran driver selama satu hari.

Data memang referensi penting, tapi dengan melihat langsung keadaan lapangan, kita jadi tahu apa pain point utama yang perlu diselesaikan.

Radityo Wibowo, Head of Transport Gojek

Di sinilah Dito menilai peran tim regional Gojek menjadi penting. Hadir di ratusan kota di Indonesia membuat Gojek tidak bisa mengambil keputusan berdasarkan mitra driver ataupun merchant yang berada di ibu kota saja. Kerap kali ada masalah-masalah berskala lokal yang tidak terepresentasikan lewat data driver nasional ataupun driver ibu kota.

“Di Bali contohnya, ada daerah yang kita kenakan tarif khusus setelah kita ngobrol dengan pemuka daerah setempat. Jadi tidak bisa disamakan begitu saja, ada beberapa solusi yang perlu localized.”

Berpegang pada tiga prinsip utama

Menjadi salah satu pemimpin di perusahaan sebesar Gojek diakui Dito memang sesuatu yang menantang. Dalam menjalankannya, Dito berpegang pada tiga prinsip: 

  • Empati untuk mitra
  • Empat untuk diri sendiri
  • Empati terhadap bisnis perusahaan
head of transport gojek | radityo dito
Preview

Radityo Wibowo, Head of Transport Gojek dalam acara NextICorn International Summit 2019

Empati untuk mitra, artinya Gojek sebagai perusahaan harus selalu menyadari bahwa mereka tidak bisa besar tanpa bantuan mitra.

Menyadari itu, Dito akan berusaha melihat dan mendengar perspektif mitra saat mengambil keputusan. Ini demi menghindari munculnya keputusan-keputusan yang terlalu memberatkan driver, yang pada akhirnya juga akan memberatkan langkah Gojek.

Empati untuk diri sendiri artinya menyadari bahwa sebagai pemimpin kita tidak bisa selalu menghadirkan kebijakan yang menyenangkan semua pihak. Saran dan kritik akan tetap ada meskipun suatu keputusan sudah diambil dengan pertimbangan matang.

Yang terakhir empati terhadap bisnis perusahaan. Sebagai pemimpin tentu akan ada waktu di mana harus mengambil keputusan-keputusan sulit yang tidak populer. Saat itu terjadi, Dito menekankan pentingnya mengingat kembali apa tujuan kehadiran Gojek dan apa yang perlu diprioritaskan agar bisnis perusahaan bisa terus berkembang.

“Salah satu contohnya adalah ketika kita mengimplementasikan skema performa bagi driver. Ada reaksi penolakan yang cukup keras dari para mitra driver, bahkan sampai ada demonstrasi besar.”

Tujuan penerapan skema performa bagi driver adalah memberikan waktu tunggu yang lebih cepat bagi pelanggan Gojek, terutama di daerah-daerah yang memang memiliki demand tinggi. Sayangnya, hal tersebut dianggap menyulitkan driver karena tidak lagi leluasa memilih order mana yang akan mereka ambil.

“Di situ saya ingat lagi bahwa prioritas Gojek adalah memberikan yang terbaik bagi konsumen. Jadi meskipun terjadi gelombang penolakan, tetap kita implementasikan. Sambil terus kita sosialisasikan ke mitra driver alasannya.”

Saat itu ia bersama Nadiem Makarim, mantan CEO Gojek, aktif menemui berbagai komunitas driver di berbagai wilayah untuk berdialog.

Ia mencoba menyampaikan alasan dan dampak dari kebijakan tersebut sambil memetakan pain point apa yang dirasakan mitra driver dari kebijakan ini, agar ia dan tim bisa menghadirkan sistem yang lebih baik lagi kedepannya.

Siap terintegrasi dengan moda transportasi umum 

head of transport | gojek 2
Preview

Sebagai Head of Transport, Dito juga menyatakan dukungannya terhadap pengembangan transportasi umum di Indonesia. Ia menegaskan, kehadiran Gojek bukan untuk menggantikan transportasi umum, justru bisa mendukung.

“Gojek dan transportasi umum bisa co-exist. Gojek untuk perjalan pendek di bawah lima kilometer, sementara transportasi umum seperti KRL atau MRT di Jakarta untuk jarak yang lebih jauh,” tegas Dito. 

Ia yakin, seiring dengan transportasi umum yang semakin memadai, peran Gojek dan pola penggunaan ojek online juga akan berubah. Ia berpendapat, ojek online seperti Gojek bisa menjadi feeder bagi transportasi umum yang ada.

Salah satu visinya, yaitu mengintegrasikan pembelian tiket transportasi umum (khususnya MRT dan KRL) di aplikasi Gojek. Sehingga pengguna Gojek bisa memenuhi kebutuhan transportasi mereka secara seamless. Namun ia menyatakan akan butuh waktu untuk mewujudkan visi ini.

Inisiatif baru yang tengah diuji oleh Gojek di Jakarta, yaitu GoRide Instant. Lewat inisiatif ini, Gojek mendirikan beberapa shelter untuk mitra driver mereka di sekitar stasiun KRL dan MRT. Nantinya driver bisa singgah di shelter ini sembari menunggu order dari konsumen yang ada di stasiun.

Dito menjelaskan, inisiatif ini diharapkan bisa memecahkan dua permasalahan: 

  • Pertama, memudahkan driver dan pemesan untuk bertemu lebih cepat. Dengan GoRide Instant waktu tunggu penjemputan bisa dipangkas hingga hanya tiga menit.
  • Kedua, shelter yang disediakan juga menghindarkan mitra driver untuk ‘mangkal’ di tepi jalan menunggu penumpang. Tumpukan driver  mangkal tersebut kerap memakan hingga setengah jalan raya dan memicu kemacetan.

Dito berharap, kehadiran GoRide Instant ini bisa mengurai masalah tersebut. Ia lantas menceritakan saat Gojek pertama kali hadir di Thailand. Mereka sudah memiliki sistem ojek yang nyaman bagi penumpang. Setiap ojek sudah memiliki sistem antrian dan alur pemesanan yang rapi di berbagai stasiun MRT.

Dari situ Dito meyakini bahwa ojek dan transportasi umum pada dasarnya bisa saling melengkapi.

“Kalau sudah rapi dan nyaman seperti itu, ya kami enggak berusaha ubah, karena pain point Indonesia dan Thailand kan berbeda. Di Thailand, kita fokus di layanan pesan-antar makanan yang memang belum ada,” tutup Dito.

(Diedit oleh Ancha Hardiansya)

This post Cara Divisi Transportasi Gojek Mengambil Keputusan untuk Setiap Perubahan appeared first on Tech in Asia.

The post Cara Divisi Transportasi Gojek Mengambil Keputusan untuk Setiap Perubahan appeared first on Tech in Asia Indonesia.

populerRelated Article