Dari Unicorn Jadi Dragon: Kapan Startup Dikejar Profitabilitas?
Ilustrasi: Uzone.id/Vescha Permata Sari
Kolom oleh: Direktur Digital Business Telkom Indonesia, M. Fajrin Rasyid.
Uzone.id — Jika kita memperhatikan lebih dalam mengenai ekosistem startup, baik lokal maupun global, ada istilah baru soal 'gelar' startup itu sendiri. Kasta startup yang tadinya dari unicorn ‘naik kelas’ menjadi decacorn, ada pandangan menarik bahwa seharusnya startup bertransformasi jadi “dragon” atau naga.Pemikiran ini datang dari CEO CIAS, Indrawan Nugroho melalui unggahan YouTubenya pada pertengahan Desember 2022.
Menurutnya, startup yang sudah mengantongi gelar unicorn, harus mampu bertransformasi menjadi dragon — perusahaan yang sudah mengedepankan bisnis kuat dan finansial sehat. Bahkan, menurutnya, era unicorn sejatinya sudah surut. Startup memang sudah harus memiliki pola pikir "mencari untung".
Dengan kata lain, profitabilitas adalah hal krusial yang sudah seharusnya menjadi prioritas.
Sebelum tahun 2021, profitabilitas startup biasanya tidak terlalu dikejar di awal. Investor pada umumnya lebih melihat traction atau daya tarik produk beserta potensi pertumbuhan angka topline startup tersebut. Oleh karena itu, KPI yang biasa diukur adalah GMV, jumlah transaksi, atau jumlah user.
Baca juga: Selama 2022, Ada Berapa Startup Unicorn di Indonesia?
Apabila startup tersebut belum memperoleh keuntungan, biasanya investor akan mafhum sepanjang si startup memiliki model bisnis atau proyeksi terkait keuntungan di masa yang akan datang.
Oleh karena itu, banyak startup selevel unicorn pun belum mencapai keuntungan. Bahkan, kedua perusahaaan teknologi terbesar di Indonesia yang go public, Bukalapak maupun GoTo, belum mencapai keuntungan ketika mereka IPO.
Kondisi berubah sekitar akhir tahun 2021 atau awal tahun 2022. Beberapa perusahaan teknologi besar dunia mengalami penurunan nilai yang cukup tajam dikarenakan kenaikan suku bunga, kondisi ketidakpastian ekonomi, serta perang Rusia-Ukraina.
Akibatnya, terdapat tekanan juga terhadap dunia startup. Salah satu akibat dari tekanan tersebut adalah, investor semakin selektif dalam melakukan pendanaan. Dari sini, mereka menghindari startup yang memiliki risiko tinggi.
Nah, profitabilitas merupakan salah satu hal untuk menurunkan risiko tersebut. Oleh karena itu, saat ini baik startup besar maupun kecil, harus berfokus kepada profitabilitas.
Apabila startup belum mencapai profitabilitas, mereka diharapkan memiliki path to profitability atau bagaimana cara mereka dapat mencapai keuntungan. Jika perlu, keuntungan ini dicapai secepat mungkin.
Baca juga: Diterpa Tech Winter, 10 Startup Ini Kantongi Pendanaan Terbanyak di 2022
Baik Bukalapak maupun GoTo sepertinya juga berpikiran hal yang sama. Bukalapak sudah membukukan margin kontribusi positif Rp31 miliar di kuartal III 2022. Sementara itu, GoTo diprediksi akan menghasilkan EBITDA positif pada tahun 2025 atau dua tahun lagi.
Memiliki keuntungan juga membuat startup tidak terlalu bergantung kepada investor. Startup dapat memiliki waktu yang tidak terburu-buru untuk mencapai pendanaan karena dana mereka lega.
Berbeda dengan startup yang belum mencapai keuntungan yang memiliki dana yang cenderung turun terus sehingga mereka harus mencari investor sebelum dana mereka habis.
Oleh karena itu, profitabilitas harus menjadi salah satu fokus utama startup, baik startup kecil maupun besar. Apabila belum dapat langsung mencapai keuntungan, startup perlu membuat rencana agar segera mencapai keuntungan di masa yang akan datang, semakin cepat semakin baik.