Home
/
Digilife

Era Pandemi, Masih Ada Harapan untuk Industri Musik

Era Pandemi, Masih Ada Harapan untuk Industri Musik

-

Tomy Tresnady21 October 2020
Bagikan :

God Bless (Foto: Tomi Tresnady / Uzone.id)

Uzone.id - Bongky Marcel, personel band B.I.P, menjelaskan soal karya yang dihasilkan musisi harus berbentuk fisik - seperti kaset dan CD, atau dalam bentuk digital seperti Ring Back Tone (RBT) dan musik streaming - perlu atau tidak, hal itu sudah bicara seni.

Bicara seni, kata Bongky, tergantung apresiasi penikmat musik. Apalagi, seni biasanya ada koneksi sehingga karya berbentuk fisik akan lebih sentimentil.

"Masing-masing artis juga punya channel base dari internet sama sosmednya kan, mereka juga buka juga kan soal mereka punya potensi sesuatu yang bisa dijual dari diri dia untuk merchandise macam-macam," tutur Bongky bersama CEO Melon Indonesia, Dedi Suherman, saat menjadi bintang tamu di program Uzone Talks bertajuk "Industri Musik Go Digital".

Namun, menurut Bongky, untuk promosi melalui digital terbilang samar karena begitu mudahnya membuat single lagu di zaman sekarang. Tinggal unggah ke platform digital.

Dia membandingkan sebelum pandemi Covid-19 ada aktivitas si musisi saat melakukan promosi, termasuk mendatangi radio-radio. "Sekarang secara general gak keliatan," kata mantan personel Slank ini.

BACA JUGA: Kacamata Pintar atau VR Apple? Sony yang Pasok Panel OLED

Harapan di Masa Pandemi

Dedi Suherman, CEO Melon Indonesia, kemudian menjelaskan bahwa adanya perubahan teknologi yang membuat semua hal yang sempat hilang harus disubtitusi atau diganti dengan sesuatu yang lebih baik.

Dia menceritakan industri musik era 90-an satu-satunya cara si musisi harus hadir secara fisik untuk melakukan promosi lagu atau album musik.

Dari segi bisnis, pendapatan musisi juga datang dari penjualan album fisik sehingga dulu ada yang namanya mendapat platinum setelah penjualan album fisiknya mencapai target.

"Karena target (penjualan) 1 juta (album fisik), (penjualan) 100 ribu (album fisik) itu menjadi milestone karena ekuivalen dengan jumlah revenue yang didapat dari label, dari musisi itu sendiri. Nah, aktivasinya datang ke radio, terus datang ke suatu acara, ke tv dan lain-lain itu bagian dari campaign," tutur Dedi.

Di era itu juga penjualan fisik album musik menjadi pendapatan utama musisi. Berbanding terbalik dengan penampilan off-air malah jadi pendukung untuk promosi album.

"Perjalanan waktu, sebelum teknologi berubah, sebelum Covid, malah bergeser karena pendapatan fisik itu turun, penjualan dari digital itu ada tapi kecil sekali," kata dia.

Dedi mencontohkan pendapatan musisi dari platform musik streaming macam Spotify, Langit Musik, dan Joox kecil sekali. "Saya tahu persis angkanya ya, karena kami mengelola, mendistribusikan semua platform tadi. Bukan cuma langit musik, tapi platform yang lain juga kami mengelola mendistibusikan payment (pembayarannya)-nya."

Kemudian, di saat penjualan lagu melalui kaset dan CD tergerus era teknologi digital, pendapatan utama musisi bergeser ke aktivitas off-air.

"Secara digital, pendapatan yang masih memberikan kontribusi secara signifikan adalah Ring Back Tone (RBT), namun dalam perjalanannya RBT juga turun karena perpindahan teknologi, orang sekarang pakai smartphone. Gara-gara Covid ini bergeser lagi kan, karena pendapatan dari off-air kondisi pandemi kita tidak bisa tampil di panggung, harapannya ke digital lagi," terang Dedi.

Bagaimana cara mendapat pemasukan finansial dari digital saat ini dilihat dari semua sisi. Baik itu mekanikal, performing right, publishing, hingga sinkronisasi karena hal itu tumbuh dan meningkatkan pendapatan.

"Nah, bagaimana peran digital untuk mempromosikan tadi memang kami mengambil sedikit bagian untuk ikut membantu meng-champaign-kan, sejak tiga tahun lalu Langit Musik juga sudah punya program yang kami sebut Lets Talk Music yang awal tahun ini kita ganti jadi Bisik yaitu Bincang Asik tentang musik," ujar Dedi.

Menurut Dedi, belum ada platform lain yang seperti dilakukan oleh Melon. Begitu juga tidak ada stasiun televisi yang khusus mempromosikan lagu sampai yang fokus membahas musik.

"Di radio juga mereka tidak fokus melakukan datang satu-satu, itu mendapat dukungan yang sangat luar biasa dari label dan antreannya cukup tinggi. Sejak pandemi kan kami tidak bisa melakukan. Nah sejak Maret kita me-replace program kami secara digital," katanya.

Dedi lalu menerangkan bahwa usaha yang dilakukannya itu bagian kecil saja karena harus ada dukungan dari semua pihak.

Performing Rights

Indra Prasta, vokalis band The Rain, yang juga menjabat Wakil Sekertaris Performers Right Society of Indonesia (Prisindo), mengatakan bahwa saat misi yang diemban Prisindo memang bukan hak cipta lagu, melainkan performing rights (hak atas keterlibatan) si artis. 

Jadi, yang punya ikut andil dalam merekam master sebuah karya. Indra mencontohkan personel band misalnya gitaris The Rain walaupun lagu diciptakan oleh Indra, namun gitaris The Rain juga dapat performing right-nya.

"Jadi payung besarnya ini adalah performing rights yang LMK ini namanya Lembaga Manajemen Kolektif, terbagi 2 di indonesia lembaga manejemen kolektif yaitu hak cipta dan hak terkait. Kalau untuk hak cipta kan udah ada WAMI dan KCI," kata Indra saat berbincang dengan Uzone.id.

Dengan adanya performing rights ini penghasilan musisi jadi merata. Tidak cuma pencipta lagu saja yang mendapatkan cuan.

"Semua yang terlibat kan, session player-nya pun misalnya ada additonal keybordist. Nah, dia kebagian, itu yang memang kita sudah lama diimpikan dan ternyata terwujud nih dalam beberapa tahun terakhir sudah makin membaik. Jadi buat kita ini bagus banget lah," katanya.

Di masa pandemi ini, kata Indra, justru distribusi royalti dari Prisindo - yang ketua umumnya adalah musisi Marcell Siahaan - bisa menjadi penyelamat bagi musisi di tengah industri musik Indonesia yang tengah terguncang.

"Saat pandemi dan itu saya pribadi dan juga anggota merasakan banget. Alhamdulillah bagaikan oasis di padang gurun," ungkapnya.

Indra mengaku baru tahu beberapa tahun terakhir. ternyata setelah ada UU Hak Cipta Tahun 2014 dan UU No 28 Tahun 2014 sudah semakin jelas kedudukan Lembaga Manajemen Kolektif.

"Kalau saya, jujur baru mulai merasakan itu Tahun 2016-2017 saya diminta ada temen di label yang menyarankan coba daftar ke LMK performer right untuk hak terkait. Waktu itu saya bilang, saya udah terdaftar kok di WAMI sebagai pencipta, iya itu sebagai pencipta tapi sebagai performer itu ada lagi, oh gitu baru tahu gitu, ya sudah saya daftar, saya pelajari terus saya daftar.

Dan bener setahun kemudian udah terima dan yang nerima bukan cuma saya tapi gitaris The Rain additional, keybordist-nya The Rain terima semua lah yang ikutan. Jadi alhamdulillah," tutur pelantun "Terlatih Patah Hati" ini.

Uzone Talks - Unboxing DJI Osmo Mobile 4, Secanggih Apa Sekarang?

populerRelated Article