Gak Pakai Nikel, BYD Klaim Baterai Mobil Listriknya Tahan Jutaan KM
Foto: Uzone.id - Bagja
Uzone.id - Salah satu tantangan memasarkan dan membeli mobil listrik saat ini adalah soal baterainya. Seberapa jauh jarak tempuhnya? juga bagaimana ketahanannya? Nah itu semua coba dijawab oleh BYD yang baru saja meluncurkan 3 mobil listriknya di Indonesia.
BYD mengkalim tidak menggunakan nikel pada semua mobil listriknya yang dijual di Indonesia. Jadi BYD Seal, BYD Dolphin dan BYD Atto3 sudah menggunakan baterai tipe Blade Battery."Karena battery dari EV, orang pikir itu paling penting. Karena selalu berpikir bagaimana keamanan, bagaimana durability, bagaimana lifetime. Terutama kita kedepankan super safety, super strength, super endurance, super lifetime, dan super durability," kata Nathan Sun, Operation Director BYD Motor Indonesia.
Nathan menklaim, berdasarkan pengujian internal BYD, durabilitas baterai tipe Blade Battery ini bisa digunakan sampai jutaan kilometer.
"Blade battery bisa ditempuh sampai lebih dari 1,2 juta kilometer. Jadi konsumen kita nggak usah khawatir. Bayangkan, 1,2 juta kilometer bisa pakai berapa tahun? Tidak usah khawatir baterai nanti ada masalah bagaimana, ini sudah teruji. Keamanan adalah hal utama dari produk kami. Dari blade battery, kami memberikan performa yang luar biasa," paparnya.
BYD mengandalkan material lithium ferro phospate (LFP) untuk semua baterai mobil listriknya. Baterai jenis ini diklaim lebih aman dibanding baterai kendaraan listrik pada umumnya yang menggunakan material NCM atau nickel cobalt mangan.
Baterai LFP sendiri merupakan jawaban dari pabrikan China atas sulitnya material nikel untuk membuat sebuah baterai.
Indonesia memilih mengembangkan baterai kendaraan listrik berbasis nikel-mangan-kobalt, atau NMC battery. Selain kaya akan nikel, negeri ini juga punya cadangan mangan yang cukup besar dan sedikit kobalt.
Sementara China saat ini agresif menggeber industri baterai kendaraan listrik berbasis besi. Nama jenis baterainya lithium ferrophosphate battery atau LFP battery. Hal ini lantaran negeri tirai bambu itu memiliki bahan baku bijih besi dan fosfat dalam jumlah besar.
Salah satu kelebihan baterai EV berbasis fero atau LFP battery adalah sifatnya yang tidak gampang meledak. Sehingga dianggap lebih aman sehingga dianggap lebih aman ketimbang baterai mobil listrik berbasis nikel.
Sementara baterai EV berbasis nikel atau NMC battery punya kekurangan di sisi temperatur. Karenanya, pabrikan seperti Tesla mengakalinya dengan membenamkan teknologi temperature management.
Cara kerjanya, saat mobil listrik digunakan di negara musim dingin, fitur ini akan bekerja untuk menghangatkan sel baterai. Sementara di daerah tropis seperti Indonesia, temperature management akan bekerja untuk mendinginkan baterai.
Baterai EV berbasis nikel juga punya density yang jauh lebih baik ketimbang LFP battery. Singkatnya, energi yang disimpan di baterai kendaraan listrik berbasis nikel jauh lebih besar ketimbang yang berbasis fero.
Efeknya, ukuran kemasan baterai atau kotak penyimpanan sel baterai yang berbasis nikel bisa lebih kecil ketimbang yang berbasis fero.
Bobot LFP battery juga lebih berat karena energy density-nya tidak setinggi nikel. Selain itu, jarak tempuh kendaraan yang menggunakan sel baterai berbasis nikel juga lebih jauh.
LFP battery punya keunggulan lantaran masa pakainya bisa mencapai 2.000 hingga 3.000 cycle. Untuk pemakaian harian, LFP battery bisa digunakan antara enam hingga 10 tahun.
Sementara masa pakai NMC battery lebih pendek, antara 1.000 hingga 1.500 cycle. Sehingga jika kendaraannya dipakai harian, baterai tersebut bisa bertahan hingga lima tahun.