Home
/
News

Kisah 'Malaikat' Penyelamat Nyawa Manusia Putus Asa

Kisah 'Malaikat' Penyelamat Nyawa Manusia Putus Asa

Tempo29 November 2016
Bagikan :
Preview


TEMPO.CO, Nanjing – Saban akhir pekan, Chen Si menunggangi skuter listriknya menyusuri jalanan sepanjang 20 kilometer dari desanya ke lokasi bunuh diri yang paling sering dikunjungi di Cina. Rutinitas ini ia jalani selama 13 tahun, tak peduli musim kemarau atau musim penghujan.

Pria 48 tahun, yang bekerja di sebuah perusahaan logistik, itu membiayai sendiri perjalanan mingguannya untuk mencegah jiwa-jiwa bermasalah melompat dari Jembatan Sungai Yangtze di Nanjing–bangunan raksasa yang membentang di atas sungai terpanjang di Cina.

“Dengan menyelamatkan orang-orang yang putus asa, saya merasa seperti menyelamatkan diri saya di masa lalu,” kata Chen, yang mengaku pernah menjadi buruh migran frustrasi di kota metropolitan Nanjing kepada laman MailOnline, pekan lalu.

Preview


Jembatan Sungai Yangtze kerap menjadi salah satu jembatan yang paling dikunjungi di Cina. Selesai pada 1968, jembatan dengan rel berganda itu pernah menjadi simbol kekuatan industri Negeri Komunis.

Tapi, jembatan itu juga diyakini menjadi lokasi yang paling sering dipakai sebagai lokasi strategis untuk bunuh diri di Cina karena memiliki jalur pejalan kaki yang terletak 60 meter di atas aliran deras Sungai Yangtze.

Statistik yang dikutip dari laman People Online menunjukkan, lebih dari 2.000 orang menemui ajal lewat upaya bunuh diri dari Jembatan Sungai Yangtze antara 1968 hingga 2006.

Sejak 2003, Chen Si, yang berasal dari sebuah pedesaan di Suqian, telah menyelamatkan 321 nyawa. Kebanyakan mereka di antaranya perantau putus asa yang tidak melihat lagi harapan di masa depannya. Mereka terlalu malu kembali ke kampung halaman.

Preview


Chen dengan sekuat tenaga menyelamatkan mereka. Chen berbicara dari hati ke hati, terkadang harus menarik, atau menggapai orang-orang asing ke dalam pelukan, sampai mereka berhenti memberontak.

“Saya pernah menjadi salah satu dari mereka,” kata Chen dalam wawancara dengan MailOnline. “Saya pernah dibantu orang sekampung yang baik hati ketika saya menghadapi kesulitan saat menjadi penjual sayur di Nanjing.”

Pria, yang berbicara dengan logat Mandarin lokal yang berat itu menambahkan: “Ketika hidup saya menjadi lebih baik, saya ingin membantu orang lain menemukan harapannya.”

Chen mengatakan, ia berasal dari desa miskin dan pindah ke Nanjing pada 1990 bersama barang-barangnya–antara lain sekarung beras 50 kilogram untuk memastikan dirinya tidak bakal kelaparan di kota yang aneh itu.

Sebagai ibu kota Provinsi Jiangsu, Nanjing adalah salah satu kota paling modern dan berlumur sejarah di Cina. Dengan lebih dari delapan juta penduduk, bekas ibu kota Cina itu menyajikan pemandangan reruntuhan istana kuno dan gedung-gedung pencakar langit mewah setinggi 450 meter.

Selanjutnya: Namun, kota yang glamor…

Namun, kota yang glamor juga menjadi tempat yang mudah bagi perantau untuk tersesat. “Kadang-kadang, Anda menghadapi kesulitan ketika tinggal sendirian jauh dari kampung halaman, yang Anda butuhkan adalah sedikit dorongan dari orang lain,” ucap Chen.

Selama lima tahun pertama berdiam di Nanjing, kehidupan Chen terbilang sulit. Bekerja sebagai buruh bangunan hingga penjual sayur, hidupnya ngenes. Chen tidak mampu untuk menyewa rumah yang baik, bahkan susah menemukan tambatan hati.

Kemudian rekan sekampungnya yang ramah memberinya saran, dan mendorong Chen untuk membuka toko sendiri. Mr Chen berhasil membangun kehidupannya. Dia lantas menikah dan pada 1997 ia memiliki seorang putri.

Setelah sering menyaksikan berita upaya bunuh diri di Jembatan Sungai Yangtze Nanjing lewat televisi, Chen ingin menawarkan bantuannya untuk orang-orang ini– seperti yang pernah temannya lakukan terhadap dirinya.

Preview


Ada laporan media yang mengklaim pernah Chen sekali berpikir untuk bunuh diri di jembatan itu. Namun, pria itu membantah. “Saya tidak pernah berpikir untuk bunuh diri bahkan ketika saya menjadi penjual sayur kecil.”

Chen berpatroli di jembatan setiap Sabtu dan Minggu mulai 08.00 hingga -05.00. Dia mendapat bantuan dari dua universitas lokal, yang menyiapkan mahasiswa psikologi utnuk layanan konseling gratis kepada mereka yang membutuhkan.

Pria itu masih ingat hari pertamanya sebagai relawan di jembatan. “Itu tanggal 19 September 2003. Saya naik melewati jembatan, saya mengatakan kepada istri saya, saya akan pergi dan melihat jika ada orang yang membutuhkan bantuan,” katanya.

Chen nongkrong di jembatan sepanjang hari dan berhasil menyelamatkan satu orang pada petang itu. Chen mengatakan, orang bermarga Wang, mengatakan kepadanya bahwa ia kehilangan harapan dalam hidup karena ia dihukum dan dipenjara selama dua tahun.

Chen meyakinkan Wang untuk turun dari pagar, dan mengawalnya ke kaki jembatan sebelum menulis pesan dan setuju agar Chen membantunya untuk membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah.

Preview


“Ketika saya menyelamatkannya, saya tidak punya pengalaman. Tapi sekarang aku bisa menebak bahwa seseorang itu mau bunuh diri atau tidak dengan melihat punggung mereka,” kata Chen.

“Biasanya kepala, bahu, bokong, dan kaki mereka benar-benar membeku karena yang ada di  pikiran mereka hanya satu: kematian.”

Kebanyakan ornag yang dia selamatkan menghadai satu dari lima problem: penyakit mental, trauma emosional, terbelit utang, mengalami kekerasan rumah tangga, atau orang-orang yang sekarat.

Selanjutnya: Hal tersulit membujuk…

<!–more–>

Chen mengatakan, hal tersulit membujuk orang-orang putus asa itu adalah korban kekerasan rumah tangga dan orang yang sekarat lantaran susah move on dari masa lalu mereka.

Hari demi hari, Chen mengawal jalur pedestrian itu dan mencoba membawa manusia dari jurang kematian.

Praktek tanpa pamrih pria itu pun menjalar ke seluruh dunia. Pada 2015, ceritanya berubah menjadi sebuah film pemenang penghargaan berjudul, Angel of Nanjing atau Malaikat dari Nanjing, yang disutradarai oleh Jordan Horowitz dan Frank Ferendo.

Pada 19 September, Mr Chen memperingati ulang tahun ke-13 dari pekerjaan sukarela nya di jembatan. Dia membukukan daftar angka bermakna baginya lewat blog bertajuk A Bridge Journal.

Preview


Chen telah berhasil menyelamatkan nyawa 321 orang dari upaya bunuh diri, memberikan bantuan kepada 280 orang yang membutuhkan bantuan, dan menghabiskan 12.650 jam merawat orang-orang yang telah diselamatkan.

Pekerjaan sukarela itu telah menghabiskan 748.750 yuan atau hampir Rp 1,5 miliar, yang sebagiannya ditalangi oleh kelompok-kelompok amal.

Chen tidak hanya menyelamatkan manusia, tetapi juga membantu mereka mendapatkan kembali kepercayaan diri dalam kehidupannya.

Dia telah menyewa flat dengan dua kamar tidur di sebelah utara Sungai Yangtze sehingga mereka yang membutuhkan bisa memiliki tempat tinggal setelah diselamatkan dari jembatan.

Sewa flat 1.000 yuan atau sekitar Rp 2 juta per bulan itu dua-pertiganya ditutupi oleh sumbangan dan sisanya dibayar oleh Chen. Dengan gaji bulanan 4.000 yuan atau sekira Rp 8 juta, ia menghabiskan setengah dari uangnya untuk pekerjaan sukarela dan sisanya diserahkan kepada istrinya.

Preview


“Saya tidak bisa mengatakan istri saya senang tentang pekerjaan sukarela saya,” ucap Chen. “Siapa sih yang ingin suami mereka menghabiskan banyak uang untuk orang asing?”

Tapi menatap masa depannya, Chen mengatakan, dia akan melanjutkan pekerjaannya. “Saya berusia hampir 50 tahun. Saya tidak bisa mengatakan saya akan melakukan ini selamanya karena saya tidak ingin membuat diriku banyak tertekan. Tapi saya pasti akan selalu mencoba yang terbaik. “

Dulu, Jembatan Sungai Yangtze dipakai sebagai lambang pencitraan oleh para penguasa Komunis. Sebabnya, jembatan ini adalah proyek pertama yang mampu mereka bangun melintasi Sungai Yangtze yang melegenda.

Tapi sekarang, bangunan itu telah berkembang menjadi simbol harapan dan keyakinan karena Chen yakin bahwa “Kita harus melalui setiap hari dari kehidupan kita dengan kebaikan”.

DAILYMAIL.CO.UK | BOBBY CHANDRA

Baca Pula
Soal Nikah Siri dengan Brotoseno, Ini Pengakuan Kubu Angelina
Ahmad Dhani Akui Dipanggil Polda, Curiga Jadi Tersangka?


Berita Terkait:

via https://www.tempo.co/
populerRelated Article