Masih Ngetren, Jualan Sambil Live di TikTok dkk Ancam E-Commerce?
Ilustrasi foto: snowing on Freepik
Uzone.id – Saat ini penggunaan Social Commerce atau Live Commerce sudah jadi tren baru di mana warganet memilih untuk berbelanja di media sosial seperti TikTok dan Instagram.
Tahun lalu saja, Survei Populix mengatakan kalau 52 persen dari masyarakat Indonesia sudah mengetahui tren Social Commerce. Lalu, bagaiman dengan tren Social Commerce atau Live Commerce tahun ini?Menurut Bhima Yudhistira, Direktur CELIOS (Center of Economic and Law Studies) sekaligus Ekonom, popularitas Live Commerce atau Social Commerce akan terus meningkat bahkan menjadi ancaman bagi e-commerce tradisional.
“Social Commerce ini menawarkan satu hal yang menarik dan dikaitkan dengan selebgram dan produk yang cenderung sedang menjadi tren. Ada entertainment-nya dan pengalaman baru untuk berbelanja,” ungkapnya, Rabu, (14/06).
Menurutnya, Social Commerce juga menjadi ancaman baru untuk e-commerce yang sifatnya tradisional. Alhasil, e-commerce pun harus bertransformasi mengikuti tren yang ada.
“Social Commerce ini menjadi ancaman baru buat ecommerce yang sifatnya tradisional. Mau ngga mau, yang harus dilakukan adalah melakukan transformasi,” tambahnya.
Selanjutnya, level of playing field juga harus dilakukan dimana seharusnya ada penyamaan regulasi persaingan antara social commerce dan e-commerce biasa.
“Contohnya social commerce belum kena pajak, PPN, baik merchant atau platform-nya. Hal tersebut kurang adil bagi e-commerce yang harus mematuhi peraturan Permendag,” ujarnya.
Maka dari itu, Bhima berpesan kepada para e-commerce, mau tidak mau harus ikut dengan tren ini dan ikut transformasi ke arah live commerce, atau jika tidak, ecommerce bisa ikut meluas ke bisnis offline.
“Tapi kan kita lihat ya gak gampang ya masuk ke offline. Beberapa ecommerce yang coba masuk ke offline malah menjadi off dari pasar,” ujarnya.
Hal tersebut terjadi karena bisnis offline membutuhkan biaya ekstra untuk edukasi dan face to face ke customer.