Pentingnya Regulasi AI: Atur Kecerdasan dan Cegah Ancaman ke Manusia
Ilustrasi foto: Hitesh Choudhary/Unsplash
Uzone.id – Di tengah ramainya warga dunia dengan kehadiran ChatGPT, pesohor teknologi seperti Elon Musk dan Steve Wozniak malah meminta pengembangan AI disetop dan membutuhkan pengawasan pemerintah.
Sang CEO OpenAI dan pencipta ChatGPT, Sam Altman pun mengajak berbagai pihak untuk bersama-sama membuat regulasi terkait pengembangan AI ini.Memangnya, seberapa penting sih regulasi untuk pengembangan teknologi AI ini sampai-sampai bos teknologi ketar-ketir meminta berbagai pihak untuk mengawasi perkembangannya dan membuat regulasi terkait ini?
AI atau kecerdasan buatan tidak hanya memberikan sisi positif saja, namun juga menimbulkan berbagai ketakutan dan potensi lain yang mengancam keberadaan manusia, itu lah yang kira-kira diramal oleh Elon Musk dan lainnya.
Fajrin Rasyid selaku Direktur Digital Business Telkom sekaligus Ketua Forum Digital Indonesia (FORDIGI) pun mengatakan kalau AI punya peluang eksponensial, dimana saking eksponensialnya sangat mungkin di satu waktu AI bisa lebih pintar dari manusia.
“Kalau tidak hati-hati, beberapa pihak mengatakan AI ini bisa menjadi ancaman bagi umat manusia,” ujarnya dalam acara Uzone Talks.
Makanya, sebelum AI out of control seperti itu, dibutuhkan regulasi untuk membatasinya sehingga AI tidak berkembang dan berjalan ke arah tersebut.
“Kita regulate bareng-bareng nih sehingga teknologi AI ini kita pastikan tidak akan ke arah sana (out of control) atau kalaupun ke arah sana tetap istilahnya tidak membahayakan umat manusia,” kata Fajrin.
Peneliti dan perusahaan pengembang AI juga perlu memperhatikan perkembangan AI mereka, karena bisa jadi potensi ‘negatif’ ini berasal dari pengembangan mereka yang tidak melihat kendali dan batasan wajar.
“Makanya yang diusulkan, yuk pemerintah dan stakeholder manapun, kita duduk bersama sehingga siapapun nanti individu atau perusahaan tidak keluar dari jalur tersebut,” tambahnya.
Belum diketahui regulasi seperti apa yang diperlukan, namun Fajrin mengatakan kalau regulasi ini perlu dikaji secara mendetail dan jangan sampai merugikan atau membatasi potensi serta manfaat dari AI ini sendiri.
“Harus balance antara manfaat, potensi dan dampak buruknya,” katanya kepada Uzone.id.
Butuh waktu realistis untuk menghadirkan regulasi AI ini, jangan terlalu cepat dan jangan terlalu lama karena bisa beresiko AI semakin berkembang dan menjadi lebih ‘cerdas’ nantinya sehingga tidak bisa terkendali.
“Kira-kira memakan waktu sekitar 5 tahun, cukup realistis, terlalu cepat tidak baik, kalau kelamaan juga makin kepinteran (AI-nya),” tambah Fajrin.
AI saat ini bisa bekerja secara spesifik untuk satu pekerjaan saja, misalnya, ChatGPT untuk menjawab pertanyaan, smart assistant di rumah untuk bekerja sesuai perintah, AI face recognition untuk mengenali wajah dan lainnya. Sedangkan, manusia sendiri punya keseharian yang beragam dengan pekerjaan yang beragam pula.
Walaupun potensi AI menggantikan peran manusia dan pekerjaan lainnya masih cukup jauh, tapi potensi ini tetap ada dan patut diwaspadai.
Karena, once potensi tersebut tercapai, AI dikhawatirkan akan membuat pekerjaan manusia tidak relevan lagi sehingga regulasi ini lah yang menjadi ‘jalan ninja’ bagi semua pihak agar perkembangannya tetap terkendali.