Home
/
Digilife

‘Profesi’ Content Creator Gak Cuma Ngurus Cuan, Tapi Juga Budaya Lokal

‘Profesi’ Content Creator Gak Cuma Ngurus Cuan, Tapi Juga Budaya Lokal

Hani Nur Fajrina26 October 2022
Bagikan :

Uzone.id – Zaman semakin modern, profesi baru pun bermunculan. Tak terkecuali content creator yang mengandalkan medium digital sebagai ladang berkreasi dan menggali cuan.

Ada beberapa istilah yang kian populer, mulai dari selebgram, YouTuber, hingga influencer. Namun pada intinya, sudah semacam pengertian umum bahwa orang-orang yang kerap tampil membuat konten menghibur dan juga bermanfaat untuk sesama di wadah digital akan dianggap sebagai content creator.

Dalam ITMLI Webinar Series 2022 Episode 4 bertema ‘Empowering Indonesian Society Through Digital Media & Content’ yang digelar hari ini, Rabu (26/10), konten digital sudah dianggap sebagai aset dan modal anak muda untuk memperkuat daya saing bangsa.

“Sebagai generasi muda yang melek internet, menggunakan media digital dan mengkonsumsi atau membuat konten digital harus dengan bijak dan memanfaatkanya seoptimal mungkin untuk memperkuat daya saing bangsa,” ungkap Jemy V. Confido selaku Chairman ITDRI dalam webinar tersebut.

Ia melanjutkan, “saya harap kita bisa turut berkontribusi dalam penyebarluasan konten di ruang-ruang publik agar kita semakin sadar bahwa peluang ekosistem digital untuk maju melalui konten berkualitas itu begitu besar jika dilakukan secara optimal.”

Baca juga: Dear YouTuber, Bikin Konten Prank Gak Bisa Asal-asalan

Pandangan menarik lainnya datang dari Direktur Utama PT Metranet, Didik Budi Santoso. Menurutnya, semangat produktif dari anak-anak muda yang doyan membuat konten, bahkan yang ter-influenced dari budaya populer global ini juga perlu diperhatikan.

Dari penuturan Didik, ‘serangan’ budaya Korea (K-pop) yang begitu masif dapat menjadi contoh bahwa inspirasi bisa datang dari mana saja karena digitalisasi sifatnya borderless. Namun, sebagai bangsa Indonesia, ia mengatakan kita tetap harus melestarikan dan menjaga budaya lokal sendiri.

“Saya mengagumi pengaruh budaya luar seperti Korea. Sampai-sampai saya cukup kaget kalau ke swalayan, lalu melihat di bagian mie instan, ternyata semakin banyak merk Korea – bahkan lebih banyak ketimbang produk lokalnya,” kata Didik dalam kesempatan yang sama.

Preview

Ia melanjutkan, “ini contoh kecil kalau kita tetap harus menjaga budaya sendiri, khususnya saat membuat konten original kita. Semakin beda, semakin unik, justru itu yang membuat content creator Indonesia berbeda dari yang lain. Daya jual kita juga akan berbeda, karena mau gimana pun industri ini tetap mencampurkan kreativitas dan bisnis, alias tetap bercuan.”

Konten global jadi inspirasi, gak dosa kok
Dalam acara yang sama, turut dimeriahkan oleh Boy William, aktor, VJ, yang kini juga dikenal sebagai YouTuber. Ia memberikan beberapa tips ringkas mengenai apa yang dibutuhkan jika kita ingin memilih ‘profesi’ content creator.

Ia pun berpikiran yang sama, menurutnya jangan sampai kita melupakan budaya sendiri.

“Cari inspirasi dari luar [negeri] itu sangat-sangat boleh. Inspirasi bisa dari mana saja. Tapi, jangan sampai kita melupakan budaya sendiri atau ciri khas lokal kita. Saya sering nonton konten global dan menurut saya itu gak salah. Justru jadikan itu sebagai acuan, referensi, lalu kita olah kreativitas kita sendiri dengan sentuhan khas atau budaya lokal kita,” ungkap Boy.

Kemudian tips berikutnya adalah masih berkaitan dengan budaya sendiri, yakni membuat konten berkualitas.

Ia sering menemui pelaku-pelaku kreatif digital yang merasa insecure karena bingung mau bikin konten apa. Biasanya muncul dilema, apakah harus mengikuti ide mereka atau mengikuti arus yang mudah untuk mencari audiens dan berpotensi viral -- misalnya konten prank.

“Lagi-lagi untuk hal ini, kita harus rajin bereksperimen dan ketika sudah punya idealisme, coba dijalani dulu pelan-pelan karena tidak ada yang instan,” terangnya.

Preview

Yang terakhir, soal attitude. Ia sempat cerita, dulu ia berkali-kali merasa down karena sudah mati-matian membuat konten namun sepi penonton. Ia sempat berpikir untuk menyerah. Lalu, ia bereksperimen dari referensi konten Amerika – bahkan ia sendiri mengakui itu mereplika ide konten tersebut.

“Udah saya tiru pun, saat itu masih belum ramai juga yang nonton. Lalu saya down lagi dan mempertanyakan apakah ini yang memang saya mau lakukan. Kemudian saya bangkit lagi, dan berusaha mendekatkan diri ke banyak figur publik untuk berkolaborasi – dan ternyata tidak mudah,” sambungnya.

Baca juga: TikTok Uji Coba Fitur 'Nearby', Konten Lokal Bisa Cepat Viral

Dari sini, ia sadar bahwa attitude atau mentalitas pantang menyerah dan konsisten sangat dibutuhkan jika orang ingin menjadi content creator.

Ia kemudian berusaha untuk lebih berkomitmen dalam mengembangkan konten di tiap video-videonya, mencari tahu sisi unik dari personality dan pembawaannya di depan kamera, tak lupa menyelipkan budaya-budaya lokal yang relevan dengan audiens.

Kini, ia menjadi salah satu YouTuber yang dipandang dan memiliki relasi kuat dengan banyak figur publik dan kreator lainnya.

“Memang, pada akhirnya kita ingin apa yang kita lakukan membuahkan hasil secara bisnis atau cuan, tapi itu semua nggak ada hasilnya kalau kita nggak konsisten dan tidak mencari keunikan dari diri kita sendiri,” tutup Boy.

populerRelated Article