Home
/
News

Rencana Anies Izinkan Motor Melintasi MH Thamrin Tuai Kritik

Rencana Anies Izinkan Motor Melintasi MH Thamrin Tuai Kritik

Ramadhan Rizki Saputra15 November 2017
Bagikan :

Ketua Inisiatif Strategis untuk Transportasi (Instran) Dedy Herlambang sesalkan rencana kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mencabut pelarangan sepeda motor melintasi Jalan MH Thamrin.

"Kami menyesalkan rencana kebijakan ini. Kita berharap itu wacana saja, kalau ada kekeliruan bisa ditanggapi," ujarnya di kantor KPBB, Sarinah, Jakarta Pusat, Selasa (14/11).

Kebijakan pelarangan sepeda motor melintasi jalan MH Thamrin dikeluarkan di era kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama melalui Peraturan Gubernur Nomor 141 tahun 2015.

Dedy menilai dengan menghapus larangan tersebut, Pemprov DKI telah mengecilkan peran transportasi umum. Dan hal itu, menurut Dedy, tak memberi kontribusi dalam upaya membenahi transportasi di ibu kota.


Ia mengatakan rencana kebijakan Pemprov DKI itu semakin menjauh dari cita-cita yang tertuang dalam Perda No. 1 tahun 2012 tentang RTRW DKI Jakarta 2030, yang menargetkan share angkutan umum untuk perjalanan di Jakarta pada tahun 2013 mencapai 60 persen.

Jumlah 60 persen pengguna angkutan umum itu masih jauh dari harapan. Dedy mengatakan, berdasarkan data yang dimiliki lembaganya, penggunaan bus rapid transit hanya mencapai 2-3 persen, KRL Jabodetabek 3-4 persen, sedangkan pertumbuhan kendaraan motor terus tumbuh 16 persen tiap tahunnya.

"Kalau bisa jalan-jalan tertentu dibatasi, seharusnya Pemprov DKI concern saja membenahi angkutan umum sebagai alternatif untuk meminimalisir kemacetan," ujarnya.

Lebih lanjut, Dedy menilai rencana membolehkan kembali motor melintasi Sudirman-Thamrin justru memperparah kemacetan di ruas jalan tersebut. Terlebih, rasio pengguna kendaraan pribadi di Jabodetabek sangat tinggi dibandingkan pengguna angkutan umum massal.


Data Rencana Induk Transportasi Jabodetabek mencatat jumlah kendaraan bermotor di kawasan Jabodetabek sebanyak 24.897.391 unit atau sekitar 75 persen jika dibandingkan jumlah pengguna angkutan umum yang sebesar dua persen dan pengguna mobil pribadi 23 persen.

"Jadi jelas tingkat kemacetan perkotaan semakin tinggi karena sepeda motor roda 2 makin dominan," ujarnya.

Jika diterapkan, dia khawatir kebijakan itu nantinya akan menambah jumlah korban kecelakaan lalu lintas yang saat ini masih didominasi oleh pengendara motor.

Dedy kemudian menganalogikan kebijakan tersebut seperti mendorong orang untuk terus merokok agar mati sia-sia.


Atas berbagai pertimbangan itu, Dedy berharap Pemprov DKI yang baru di bawah Anies-Sandi mengurungkan kebijakan tersebut dan melanjutkan program pemerintah sebelumnya yakni mendorong perpindahan penggunaan kendaraan pribadi ke kendaraan umum.

"Kita perlu konsistensi kebijakan transportasi yang memihak pada pengembangan angkutan umum massal, pejalan kaki, pesepeda dan kaum disabilitas perlu dijaga dan dilanjutkan.

Berita Terkait

populerRelated Article