Sejarah Jepang Mendarat dan Betapa Loyonya KNIL di Tarakan
-
Berbekal identitas sebagai pengusaha Cina, Kitamura berhasil masuk ke Tarakan. Jauh sebelum Perang Pasifik meletus. Usahanya adalah sebagai aannemer alias pemborong alias kontraktor. Tender yang didapatnya di Tarakan bukan main pentingnya. “Ia membangun banyak bangunan pertahanan di Tarakan [...] jauh sebelum perang pecah,” tulis Iwan Santosa dalam Tarakan: Pearl Harbor Indonesia, 1942-1945 (2003: 23).
Sebelum perang beberapa orang Jepang masuk dengan beberapa macam profesi. Entah sebagai juru foto, pedagang, wartawan, bahkan pekerja seks.
Tarakan adalah sebuah pulau di timur laut Kalimantan. Pada masa kolonial Tarakan menjadi ladang minyak bagi Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM). Minyak di sana sudah dicari sejak 1897. Minyak membuat pulau ini jadi penting untuk dipertahankan Hindia Belanda.
Demi menjaga Tarakan, seorang perwira menengah KNIL ditugaskan di sana. Letnan Kolonel Infanteri Simon de Waal sudah lebih dari 24 tahun berdinas di tentara kerajaan di Hindia Belanda (KNIL) pada awal 1942. Alumnus Akademi Militer Kerajaan di Breda tahun 1917 ini adalah orang nomor satu untuk urusan mempertahankan kota minyak Tarakan.
Bukan saja minyak yang hilang jika balatentara Jepang menguasai kota yang beda daratan dengan pulau Kalimantan itu, mengambilalih Tarakan pada akhirnya memudahkan jalan masuk Jepang dalam mencaplok Hindia Belanda bagian tengah.
Sebelum Jepang datang, de Waal bukan penghuni tetap kota Tarakan. Dia tinggal di Bandung. Namun sebagai tentara dia harus mau dikirim kemana saja, termasuk ke Tarakan. Di sana dia akan bertempur—dan berpeluang mampus—lebih dulu ketimbang rekan-rekannya di Jawa.
KNIL Lemah, Tarakan Jatuh
De Waal memimpin semua pasukan darat di sana sejak Desember 1941. Menurut catatan J.J. Nortier dalam artikel "Tarakan Januari 1942 Een gevecht uit de vergeten oorlog" di Militaire Spectator (nomor 149-7, 1980), kekuatan militer Belanda yang dipimpinnya terdiri atas satu batalyon infanteri yang membawahi tiga kompi (sekitar 100-an orang tiap kompinya) dari Batalyon Infanteri Ke-tujuh, beberapa baterai meriam artileri, juga sepeleton (30 orang) personel zeni (hlm. 304-305).Pasukan darat itu juga ditambah relawan yang berasal dari orang sipil Tarakan. Di Tarakan juga disiagakan 4 pesawat tempur Brewster, 3 pesawat Dornier, juga kapal perang penebar ranjau Prins van Oranje milik Angkatan Laut Kerajaan di bawah komando Letnan Kelas I A.C. van Versendaal.
Militer Jepang tidak akan main-main jika menyerang. Armada yang dimiliki de Waal, yang dibantu armada kapal perang dan pesawat-pesawat itu, jauh dari cukup untuk bertahan.
Pada hari Natal 1941 ada serangan udara dari militer Jepang. Tiga hari setelah Natal, 28 Desember 1941, pesawat udara Jepang sudah mengintai. Pertempuran udara pun terjadi. Dua armada itu kehilangan setidaknya dua pesawat.
Menurut artikel "De Strijd op het Eiland Tarakan in Januari 1942" di De Militaire Spectator (April 1949), pada 10 Januari 1942 pukul 09.00 musuh mulai terlihat dari kejauhan. Pesawat Dornier pun diperintahkan mengintai dan melihat kapal-kapal musuh. Maka orang-orang sipil diamankan. Tak lupa instalasi minyak dihancurkan pada pukul 22.00 dan sebanyak 100.000 ton minyak terbakar sia-sia di Lingkas. Kompi ketiga lalu dikirim ke sekitar Pantai Amal, sebelah utara Tarakan. Sementara di sisi timur tak banyak pasukan yang dikirim (hlm. 201-202).
“Front Amal [adalah] pertahanan Belanda yang terlemah di daerah itu, gelombang demi gelombang mendapat serangan pihak Jepang,” tulis Djajusman dalam tulisannya, "Sedjarah Perang Djepang Melawan Hindia Belanda" di Madjalah Sejarah Militer Angkatan Darat (Nomor SA-7, 1960: 33).
Tak ada bala bantuan bagi Belanda di sana, termasuk bagi pasukan di Front Amal. Apalagi dalam kondisi cuaca yang buruk. Sangat mudah menghajar pasukan di daratan itu karena armada laut Belanda sangat terbatas. Perwira kapal Prins van Oranje tahu armada laut musuh lebih kuat. Kapal yang sebelumnya disibukkan menanami ranjau di sekitar perairan Tarakan itu pun berniat undur diri dari Tarakan.
Seperti dicatat Tom Wommack dalam The Allied Defense of the Malay Barrier, 1941-1942 (2016: 113), Prins van Oranje pun ditenggelamkan kapal penghancur Angkatan Laut Kekaisaran Jepang Yamakaze. Kapten kapalnya, Versendaal, bersama tiga perwira lainnya dinyatakan hilang. Banyak awak kapalnya yang ditangkap Angkatan Laut Jepang.
Lemahnya pertahanan Tarakan, terutama di perairan, membuat pasukan Jepang mendarat dengan relatif mudah. Pendaratan dipimpin Shizuo Sakaguchi, yang membawahi juga pasukan pendarat Kure. Mereka pertama kali mendarat di pantai timur pada dini hari 11 Januari 1942, tepat hari ini 77 tahun lalu. Pendaratan dilakukan secara bergelombang di beberapa titik.
Selanjutnya ribuan pasukan Jepang itu bisa memukul KNIL yang kalah jumlah. Serdadu-serdadu Jepang tidak banyak kesulitan menghadapi pasukan KNIL yang lebih dari seratus tahun di Hindia Belanda hanya menang menumpas orang-orang kampung yang bersenjata golok. Melawan tentara Jepang membuat KNIL harus kehilangan banyak serdadunya. Sudah pasti prajurit berdarah pribumi banyak yang terbunuh di awal 1942 yang kelam bagi Belanda itu.
“Perlawanan teratur segera berhenti untuk kemudian oleh komandan tentara Belanda diambil keputusan guna menghentikan pertempuran,” tulis Djajusman.
Jadilah 11 Januari 1942 hari terakhir kuatnya kuku para Stoot Leger Wilhelmina (SLW). Esoknya, 12 Januari, Tarakan sempurna dalam cengkeraman Jepang.
Jadi Tawanan Perang
Meski KNIL tak berdaya, J.C. Bijkerk, salah seorang warga Hindia Belanda, dalam Selamat Berpisah, Sampai Berjumpa di Saat yang Lebih Baik (1988) menulis, “Tarakan mempertahankan diri dari tanggal 11 sampai 13 Januari secara pahlawan di bawah pimpinan yang meyakinkan dari Letnan Kolonel De Waal. Di bawahnya juga berada serdadu-serdadu Ambon dan Manado yang telah pensiun” (hlm. 193).
Kala itu memang banyak KNIL-KNIL tua yang diaktifkan kembali.
Serdadu-serdadu KNIL di sana tidak bisa berbuat banyak. Setelahnya mereka hanya jadi tawanan perang. Beruntung bagi yang pribumi, sebab mereka dibebaskan dalam bulan-bulan berikutnya. Tapi tidak mereka yang Belanda, termasuk Simon de Waal. Dia juga jadi penghuni kamp tawanan Jepang yang terkenal kejam.
Setelah Tarakan diduduki, Jepang setidaknya menyisakan Kapten Colijn dan Kapten Reiderhoff untuk dikirim ke Balikpapan dengan pesan yang menyeramkan: jika ada bumi hangus lagi maka orang-orang Eropa akan dibantai. Di Balikpapan, Jepang sangat serius dengan ancamannya pada minggu-minggu berikutnya. Puluhan orang Belanda memang dibunuh di sana.
Simon de Waal termasuk tawanan yang selamat. Setelah Jepang kalah dan bebas, de Waal kembali ke dinas militer. Di masa Revolusi dia adalah Panglima Divisi B Tentara Belanda di Indonesia dengan pangkat jenderal mayor.
Baca juga artikel terkait MASA PENDUDUKAN JEPANG atau tulisan menarik lainnya Petrik Matanasi