Tarif MRT & LRT Diusulkan Gratis, Bisa Atasi Kemacetan Jakarta?
-
Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta mengusulkan tarif MRT dan LRT digratiskan. Usul itu keluar dalam rapat penentuan tarif MRT dan LRT yang digelar DPRD bersama Dinas Perhubungan DKI, MRT Jakarta serta LRT Jakarta.
"Komisi B menginginkan sampai 2019 itu gratis. Jadi untuk warga DKI, untuk [sampai] akhir 2019, itu digratiskan," kata Ketua Komisi B DPRD DKI, Abdurrahman Suhaimi saat dihubungi reporter Tirto, Rabu (20/3/2019).
Menurut Suhaimi, sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk melayani masyarakat, terlebih uang yang digunakan pemerintah berasal dari masyarakat. Ia berharap masyarakat jadi beralih ke transportasi umum jika MRT dan LRT ini digratiskan.
"Untuk mengurangi kemacetan," kata dia.
Meski begitu, usulan Suhaimi soal tarif gratis ini hanya berlaku buat warga DKI Jakarta. Pengguna MRT dan LRT yang bukan warga DKI tak terkena penggratisan tarif. "Kalau di luar warga DKI, maka dia menggunakan tarif subsidi yang sudah diusulkan oleh Pemprov."
Tarif LRT yang saat ini diajukan adalah Rp41 ribu dengan subsidi sebesar Rp35 ribu. Dengan itu, calon penumpang hanya membayar Rp6 ribu. Sedangkan untuk tarif MRT, subsidi yang diajukan ke pihak DPRD DKI adalah Rp21 ribu dan tarif yang rencananya dikenakan ke masyarakat rata-rata Rp10 ribu.
Namun usulan agar tarif MRT dan LRT digratiskan tak disepakati Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Menurut Anies, usulan itu tak mungkin diberlakukan karena anggaran yang terbatas.
"Enggak mungkin, dananya terbatas, biar dibahas nanti," kata Anies saat ditemui di kawasan Jakarta Utara, Selasa (19/3/2019) lalu.
Jakarta Propertindo atau Jakpro selaku operator juga sebelumnya menyatakan tak mungkin menggratiskan tarif LRT. Direktur Utama Jakpro, Dwi Wahyu Daryoto beralasan subsidi tarif LRT yang terlalu besar akan membebani pemerintah.
"Enggak akan mendidik masyarakat untuk merasa memiliki. Kalau bayar, masyarakat ada rasa memiliki. Bisa saja enggak ikut menjaga, enggak ada rasa kalau dia juga membayar ke pemerintah," kata Dwi saat ditemui di kantor Jakpro, Thamrin City, Jakarta, Selasa (26/2/2019).
Tak Serta Merta Atasi Kemacetan
Sementara itu, Pengamat transportasi dari Institute for Transportation and Development Policy (ITDP), Yoga Adiwinarto menilai langkah menggratiskan MRT dan LRT tak akan serta merta membuat masyarakat beralih dari kendaraan pribadi ke kendaraan umum.
"Alasan masyarakat tidak menggunakan transportasi umum bukan tarif," kata Yoga saat dihubungi reporter Tirto, Rabu (20/3/2019).
Menurut Yoga, masyarakat enggan beralih ke kendaraan umum karena masalah ketersediaan angkutan umum dan fasilitas pendukung.
Ia mencontohkan trotoar yang masih belum ramah untuk masyarakat. Menurutnya, banyak trotoar yang belum memiliki pencahayaan yang baik membuat masyarakat enggan berjalan kaki selepas menggunakan transportasi umum.
Yoga menambahkan, salah satu permasalahan yang sering terlupakan adalah pengetatan penggunaan kendaraan pribadi. Meski ada kebijakan ganjil-genap, tapi di sisi lain pengguna kendaraan pribadi masih dimanjakan.
"Parkir juga banyak dibiayai oleh kantor," ujarnya.
Yoga juga mempertanyakan usulan tarif MRT dan LRT hanya digratiskan untuk warga DKI Jakarta. Pasalnya, kata dia, warga yang berada di daerah penyangga Jakarta, seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi, juga berpartisipasi dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD), melalui pajak.
"Orang-orang yang di Bogor dan Depok, segala macam, bukan orang Jakarta, tapi punya pendapatan besar bagi Jakarta," kata Yoga.
Dengan begitu, Yoga menilai pembatasan kebijakan transportasi hanya untuk warga DKI Jakarta, menjadi tidak masuk akal.
Baca juga artikel terkait TARIF MRT JAKARTA atau tulisan menarik lainnya Fadiyah Alaidrus