Teka-teki Data 110 Juta Masyarakat Mau Tunda Pemilu, Modal Facebook cs?
Presiden Jokowi memimpin Ratas Persiapan Pemilu dan Pilkada Serentak Tahun 2024, Minggu (10/04/2022), di Istana Kepresidenan Bogor, Jabar. (Foto: Humas Setkab/Oji)
Uzone.id - Ribut-ribut soal isu Presiden Joko Widodo tiga periode hingga berbuntut turunnya mahasiswa aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) memang bikin kisut perpolitikan Indonesia, nih.
Beberapa elemen yang selama ini menjadi oposannya Jokowi juga jadi girang tentunya. Lihat saja Ade Armando yang dikenal sebagai aktivis media sosial dan dosen Universitas Indonesia, jadi sasaran empuk massa yang dongpleng aksi damai adik-adik mahasiswa.Sebetulnya, isu Jokowi tiga periode ini sudah clear di lingkarannya sendiri. Beliau langsung bikin klarifikasi di acara Rapat Terbatas (Ratas) soal Persiapan Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak Tahun 2024, di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Minggu (10/04/2022).
FOTO: Wujud Galaxy A33 5G dari Dekat, Ponsel Rp4 Jutaan buat Gen Z
Jokowi pun meminta jajarannya untuk menyampaikan kepada masyarakat bahwa jadwal pelaksanaan pemilu dan pilkada serentak sudah ditetapkan di tanggal 14 Februari 2024. Pokoknya sudah ketuk palu. Tok..tok...tok.
Nah, jangan ada lagi deh muncul isu penundaan pemilu, ya.
“Saya kira sudah jelas semuanya sudah tahu bahwa pemilu akan dilaksanakan 14 Februari 2024. Ini perlu dijelaskan jangan sampai nanti muncul spekulasi-spekulasi yang isunya beredar di masyarakat bahwa pemerintah tengah berupaya untuk melakukan penundaan pemilu atau spekulasi mengenai perpanjangan jabatan Presiden dan juga yang berkaitan dengan soal tiga periode. Karena jelas bahwa kita telah sepakat pemilu dilaksanakan tanggal 14 Februari dan pilkada dilaksanakan nanti di November 2024, sudah jelas semuanya,” kata Jokowi.
Salah satu hal yang juga jadi sorotan di tengah kisruh ini, muncul klaim yang mengatakan kalau ada data yang menunjukan 110 juta masyarakat ingin pemilu ditunda. Klaim ini katanya berasal dari big data.
Menariknya, klaim data tersebut sempat disinggung oleh Pak Menteri Luhut dan tak heran jika banyak yang penasaran.
Pakar keamanan siber Pratama Persadha, Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC (Communication and Information System Security Research Center), ikut berkomentar soal ini. Dia mempertanyakan dari mana asal data tersebut dan turut berharap Pak Menteri Luhut dapat memberikan rincian asal-usul data itu.
“Secara teknis, ada banyak cara mengetahui perbincangan publik di media sosial atau platform internet lainnya. Karena itu, kita perlu bertanya 110 juta yang disampaikan Pak Luhut ini mengambil data dari platform apa dan bagaimana metodologinya. Perlu disampaikan ke publik, agar kita bisa menilai sejauh mana, sekaligus membuka ruang diskusi,” terang Pratama kepada Uzone.id, Selasa (12/4/2022).
Menurut Pratama, harus jelas sumber data dari pembicaraan masyarakat ini. Misalnya, bila mengambil dari Twitter, karena pemakai aktif twitter di Indonesia kini hanya di angka 15 jutaan saja, itupun juga masih banyak akun-akun anonim.
BACA JUGA: BEM SI dan #AksiNasional114 Bikin Riuh Medsos, Ini Deretan Faktanya
"Jadi tidak mungkin data 110 juta tersebut berasal dari Twitter," kata dia.
Bila mengambil dari Twitter jelas tidak cukup, bahkan dari hasil riset CISSReC menggunakan Open Source Intelligence (OSINT) akun Twitter yang membicarakan soal perpanjangan jabatan dan tiga kali periode di kisaran 117.746 (Tweet, Reply, Retweet) dan mencapai 11.868 pemberitaan online.
Dari data keduanya diketahui yang kontra penundaan pemilu pada Twitter sebesar 83,60 persen dan pro 16,40 persen.
"Sedangkan pada media online dengan kontra sebesar 76,90 persen dan pro 23,10 persen. Dari data ini saja sudah terlihat jelas lebih banyak yang menolak penundaan pemilu,” jelas Pratama.
Lebih lanjut, data tersebut diambil dan dianalisis saat setelah ada statement dari Pak Menteri Luhut, pada periode analisis tanggal 15 Februari sampai dengan 15 Maret 2022 dengan sejumlah tokoh dan organisasi yang pro dan kontra.
Tokoh kontra penundaan pemilu yang paling banyak terdapat pada artikel berita yaitu Agus Harimurti Ketum Partai Demokrat sebanyak 1420, disusul Surya Paloh Ketum Nasdem sebanyak 555.
Lalu tokoh pro penundaan pemilu yang terbanyak yaitu Muhaimin Iskandar 3892 artikel berita, diikuti Zulkifli Hasan Ketum PAN.
Ada juga 10 organisasi yang pro penundaan pemilu seperti PKB, Golkar, dan Kemenkomarves. Lalu yang kontra sebanyak 71 organisasi yaitu PPP, PDIP, LSI (Lembaga Survei Indonesia), Partai Demokrat, Muhammadiyah, dan yang lainnya.
“Berbeda bila 110 juta ini mengambil pembicaraan dari Facebook, Instagram dan TikTok, jumlah pemakainya memang sangat banyak. Facebook di Indonesia pemakainya bisa jadi lebih dari 130 juta, Instagram sudah hampir menembus 100 juta pemakai, belum lagi TikTok yang pemakainya bertambah dengan cepat di Indonesia. Namun tidak semuanya membicarakan penundaan pemilu, banyak yang tidak peduli. Lebih banyak membicarakan hal yang lain,” kata dia.
BACA JUGA: Dibanderol Rp3,6 Juta, Infinix Zero 5G Langsung Ludes
Jadi sumber pengambilan data ini harus jelas, tegas Pratama. Bahkan menurut dia, untuk mengambil data ini dengan survey juga hal yang sangat sulit bahkan mustahil meskipun dilakukan online. Karena harus sesuai dengan usia, dan untuk mencapai angka 110 juta itu sangat sulit dilakukan.
Dia menjelaskan, dalam mengumpulkan dan membaca data Facebook, Instagram dan WhatsApp tidak semudah di Twitter yang membuka API (application programming interface).
Sehingga perlu persetujuan Facebook untuk pihak ketiga membaca data dan mengumpulkannya. Hal ini mirip seperti yang dilakukan oleh Cambridge Analytica yang membaca kecenderungan pilihan warga Inggris menjelang Brexit dan pilihan warga AS menjelas pilpres 2016.
"Pada akhirnya setelah ini bocor menjadi kasus besar, yang pada akhirnya berujung pada semakin ketatnya perlindungan data pribadi di Eropa dengan GDPR General Data Protection Regulation),” jelasnya.
Jadi kemungkinan 110 juta data berasal dari Twitter sudah pasti tidak mungkin karena jumlah akun aktifnya di Indonesia sedikit.
Dia menduga, mungkin data tersebut diambil dari Facebook cs, melihat berbagai peristiwa yang melibatkan jejaring sosial ini di waktu lalu. Namun pasca kasus Cambridge Analytica, Facebook sendiri sudah membatasi untuk tidak membagi data pada pihak ketiga dengan mudah.